Single News

DPP Laskar Pemuda Melayu Kalbar Minta Tanggung Jawab Ketua MABM Soal Hotel Rumah Melayu

Laskar Pemuda Melayu

Rungan.id//Pontianak, Kalimantan Barat –
DPP Laskar Pemuda Melayu Kalimantan Barat (Kalbar) yang diketuai Datuk Panglima Besar Iskandar, SH., mempertanyakan tanggungjawab Ketua Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Prof. Chairil Effendi tentang mangkraknya Gedung Hotel Puri Pujangga dan Dana Hasil pengelolaan Rumah Melayu Pontianak yang dinilai tidak transparan dan ada yang di tutup tutupi.

“Kemana Pendapatan dari Pengelolaan Rumah Adat Melayu Kalimantan Barat selama ini dan mengapa bangunan hotel Puri Pujangga dibiarkan mangkrak padahal pembangunan gedung itu menggunakan dana APBD Pemda Kalbar lebih dari 20 Milyar ?” Ungkap Datok Panglima Iskandar, SH.

Data yang diperoleh media menyebutkan Rumah Adat Melayu Kalimantan Barat terletak di Jalan Sutan Syahrir Pontianak mulai dibangun pada tanggal 17 Mei 2003 dan pembangunan selesai pada tanggal 9 November tahun 2005.

Bahkan dalam sejarahnya Rumah Adat Melayu Kalbar diresmikan penggunaannya oleh Wakil Presiden Republik Indonesia (RI) Jusuf Kalla pada waktu itu.

Rumah Adat Melayu Kalbar berdiri diatas lahan seluas 1,4 Hektar, sejak diresmikan penggunaannya hingga saat ini difungsikan sebagai pusat kegiatan budaya Melayu, dan secara rutin Rumah Adat Melayu diantaranya digunakan sebagai tempat resepsi perkawinan.

Pembangunan Rumah Adat Melayu sepenuhnya menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Kalimantan Barat. Pengelolaan Rumah Adat Melayu sepenuhnya diserahkan kepada Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kalbar.

Datuk Panglima Melayu Iskandar.SH meminta perhatian semua pihak, terutama Aparat Penegak Hukum, khusus yang menangani Tindak Pidana Korupsi baik Polda, Kejati hingga KPK untuk dapat menyelidiki permasalahan mangkraknya Hotel Pujangga Rumah Melayu dan dana pengelolaan dari hasil sewa rumah melayu.

Karena bagaimanapun juga Gedung Puri Pujangga dan Rumah Melayu adalah milik Pemerintah Daerah (Pemda) Kalimantan Barat yang dibangun dengan uang negara.

Pengelolaan keuangan dari pendapatan Rumah Adat Melayu Kalbar hingga kini belum pernah dilaporkan secara terbuka ke publik.

Begitu pula tentang bagi hasil pendapatan Rumah Adat Melayu Kalbar, tidak pernah dimunculkan ke publik/masyarakat Kalbar sehingga wajar dipertanyakan masyarakat.

“Inspektorat Wilayah Provinsi Kalimantan Barat maupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga kini juga belum pernah didengar informasinya, apakah pernah melakukan pemeriksaan terhadap MABM Kalbar atas pengelolaan Rumah Adat Melayu Kalbar dan mengaudit Gedung Hotel Puri Pujangga.” Tutur Datuk Panglima Besar Iskandar, SH.

Sebagai ilustrasi dan asumsi, Sejak diresmikan penggunaan dan pengelolaannya oleh MABM Kalimantan Barat, Rumah Adat Melayu menjadi lokasi favorit masyarakat untuk menggelar acara resepsi perkawinan.

Hingga kini terjadi antrian/waiting list penggunaan Rumah Adat Melayu Kalbar hingga 1 tahun untuk acara resepsi perkawinan pada hari Sabtu dan Minggu.

Tarif sewa Rumah Adat Melayu Kalbar untuk Pesta/resepsi Perkawinan berdasarkan tarif sewa tahun 2023 adalah Rp. 11.000.000,- (Sebelas Juta Rupiah) per hari, baik untuk Hari Sabtu ataupun Minggu, yang artinya dalam 1 bulan terdapat 8 kali penggunaan/penyewaan oleh masyarakat.

Jika diasumsikan per bulan, MABM mendapatkan pemasukkan dari sektor sewa sebesar Rp. 88.000.000.- (Delapan Puluh Delapan Juta Rupiah) dengan rincian Rp.11.000.000.- (sebelah juta rupiah) x 8.

Beberapa tahun belakangan ini, MABM Kalbar dalam pengelolaan Rumah Adat Melayu Kalbar, mengembangkan usahanya dengan mendirikan bangunan disisi kiri Rumah Adat Melayu. Bangunan dengan konsep terbuka itu digunakan sebagai rumah makan/Balai Saji, tenda penjualan produk kerajinan dan makanan ringan oleh UMKM.

Pengelolaan serta pengembangan Rumah Adat Melayu Kalbar yang sepenuhnya berada dibawah MABM Kalbar tersebut, hingga kini tidak pernah terdengar audit/pemeriksaan dan mengumumkan hasilnya secara terbuka kepada masyarakat Kalbar, serta apakah juga ada konsep bagi hasil dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov)Kalbar sebagai pemodal awal pembangunan atau bagaimana ?.

Ini sangat jauh berbeda dengan keberadaan Rumah Adat Dayak Radang Kalbar yang berdiri di satu kawasan yang sama dengan Rumah Adat Melayu Kalimantan Barat.

(Mamad)