Rungan.id//Mesuji, Lampung – Perwakilan petani lima orang perwakilan masyarakat yang tergabung dalam PPWMS Moro-Moro (Register 45) Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung Senin (29/7/24) bersama Pimpinan Pusat Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) mendatangi Gedung kantor KLHK guna memenuhi janji audiensi bersama Dirjen Planologi KLHK yang telah dijadwalkan sejak Kamis 25 Juli lalu, akan tetapi pertemuan audiensi ini tidak dihadiri oleh Dirjen dengan alasan sedang menemani Menteri LHK di luar kantor, perwakilan petani merasa sangat kecewa karena hanya ditemui oleh Koordinator Pokja. Selasa (30/7/24).
Pengukuhan Kawasan Hutan Wilayah Sumatera, Paskah Panjaitan beserta staff yang sangat disayangkan bahkan tidak mengetahui prihal surat permohonan audiensi yang telah dilayangkan sebelumnya Sehingga sama sekali tidak memiliki persiapan untuk menemui perwakilan petani.
Dalam audiensi tersebut Agung salah seorang perwakilan petani menjelaskan prihal audiensi dalam rangka memohonkan pelepasan kawasan hutan register 45 yang telah lebih dari 29 telah berubah menjadi wilayah permukiman dan lahan pertanian dan bahkan telah berdiri beberapa fasilitas umum berupa sekolah dan tempat ibadah di dalamnya.
Ia juga menambahkan bahwa audiensi ini merupakan rekomendasi dari beberapa audiensi sebelumnya yang telah dilakukan petani mulai dari audiensi dengan Kantor Staf Presiden yang dilanjutkan dengan Audiensi dengan pemerintah Daerah Provinsi Lampung dan Kabupaten Mesuji, Agung juga menunjukkan surat tertulis atas nama pemerintah Kabupaten Mesuji yang menyampaikan jika persoalan moro-moro (register 45) adalah kewenangan pemerintah Pusat dan merekomendasikan untuk beraudiensi dengan Dirjen Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan.
Menanggapi hal tersebut pihak KLHK yang menemui petani hanya berkilah bahwa proses pelepasan kawasan hutan yang hutannya kurang dari 30% termasuk Provinsi Lampung maka dasarnya harus berupa pengajuan dari Bupati atau Gubernur barulah kemudian bisa dilanjutkan prosesnya oleh Tim Terpadu dimana KLHK melalui Dirjen Pengukuran dan Penatagunaan Kawasan Hutan adalah bagian di dalamnya sehingga kembali mendorong petani untuk kembali bertemu dengan pemerintah Daerah setempat.
Pihak KLHK juga menjelaskan bahwa mereka telah bersurat kepada semua Bupati di wilayah provinsi lampung untuk mengajukan pelepasan kawasan hutan telah dilakukan sejak tahun 2022 dan 2023 namun memang untuk Mesuji tidak ada pengajuan yang dimasukkan, salinan surat tersebut juga diberikan kepada perwakilan petani.
Meski demikian Perwakilan petani tetap merasa “dipingpong”, karena telah melakukan berbagai proses sesuai dengan peraturan perundang-undangan tetapi seolah-olah pemerintah saling melempar tanggung jawab dan akhirnya mengorbankan Petani Dan terus memperpanjang konflik dimana konflik dan perjuangan petani moro-moro menuntut hak atas tanahnya telah berlangsung selama 29 tahun, dan sepanjang itu harus bertahan dengan berbagai sematan buruk seperti ”perambah hutan””penghuni illegal” dan lain-lain Bahkan kehilangan hak konstitusionalnya. di kawasan register 45 sendiri saat ini telah dihuni tidak kurang oleh 1200 KK dengan rasio 5000 jiwa.
Kadek juga selaku perwakilan PPWMS menyatakan bahwa mereka tidak akan berhenti memperjuangkan hak-haknya atas tanah dan penghidupan yang sudah puluhan tahun mereka lakukan, dan bahwa Masyarakat Moro-Moro telah melakukan seluruh persyaratan yang pernah diminta oleh pemerintah untuk pengurusan pelepasan Kawasan, namun hingga saat ini Nasib Masyarakat tidak kunjung jelas.
Senada dengan itu Mohammad Ali ketua umum AGRA menyampaikan bahwa upaya permohonan pelepasan kawasan hutan yang didasarkan pada permen LHK No. 7 Tahun 2021, permen 51 taun 2016 serta Permen perubahannya, program Reforma Agraria dan perpres 62 tahun 2023 tentang percepatan Reforma Agraria adalah bagian dari pembuktian atas keseriusan Pemerintah Jokowi dalam Menjalankan Program Reforma Agraria dan ternyata Program Reforma Agraria Jokowi tidak lebih dari goresan kertas semata, capaian-capaian yang disampaikan selama ini tidak lebih dari angka-angka statistik karena pada faktanya ketika rakyat berupaya mengajukan sesuai dengan prosedur peraturan yang ditetapkan nyatanya tidak mudah dan dihadapkan dengan prosedur yang sangat rumit dan berbelit-belit. ”proses ini cukup memberi penegasan bahwa Reforma Agraria Pemerintah Jokowi selain Palsu secara konseptual juga menipu dalam pelaksanaanya” tegasnya.
Dalam audiensi, setelah proses pendiskusian yang cukup alot akhirnya pihak KLHK melalui Dirjen Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan bersepakat untuk melayangkan surat resmi kepada petani yang akan ditembuskan kepada Pemerintah Kabupaten Mesuji dan Provinsi Lampung sebagai upaya mendesak Pemerintah dimaksud untuk segera mengajukan pelepasan kawasan hutan Register 45 sebagai mana yang dimohonkan oleh Masyarakat.
Narsum: Register 45 Moro Moro
(Awenk)